What You See Is What You Get

Monday, March 7, 2016
Berlangganan

PNS BERIJAZAH SD-SMA SIAP-SIAP DIPENSIUN DINIKAN

Niat pemerintah untuk melakukan rasionalisasi jumlah PNS tampaknya sudah serius. Buktinya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) sudah membuat design rasionalisasi PNS. Metode untuk memilah mana PNS yang berkinerja baik dan mana yang buruk pun sudah disiapkan.
Jumlah PNS saat ini mencapai 4,517 juta orang, terbanyak ‎menduduki jabatan fungsional umum (JFU) sebanyak 1,391 juta orang. Rasionalisasi akan dilakukan bertahap hingga 2019, dengan target jumlah PNS susut menjadi 3,5 juta orang.
Deputi SDM Aparatur KemenPAN-RB Setiawan Wangsaatmaja menyebutkan, PNS yang berijazah SD, SMP, dan SMA menjadi target utama rasionalisasi, dengan cara pensiun dini. Jumlah PNS yang berpendidikan SD sampai SMA sekitar 1,331 juta.
“Mereka memang akan masuk tahapan penataan SDM. Karena mereka semuanya berada di JFU (jabatan fungsional umum). Tapi tidak berarti semua lulusan SMA akan dirasionalisasi, karena ada jabatan-jabatan tertentu seperti sipir, ABK yang juga SMA,” terang Setiawan kepada JPNN, kemarin (6/3).
PNS berijazah SMA seperti apa yang tidak terkena rasionalisasi? Setiawan menjelaskan tahapan mekanisme penilaian terjadap kinerja PNS dan klusterisasinya.
Langkah pertama, dilakukan penataan SDM aparatur sipil negara (ASN) berupa audit organisasi, naik dari sisi  kompetensi, kualifikasi, dan kinerja.
Kedua, setelah dipetakan, akan diperoleh berapa sebenarnya kebutuhan SDM baik dari sisi jabatan maupun jumlah.
Ketiga, hasil pemetaan kompetensi, kualifikasi, dan kinerja akan dimasukkan dalam peta kuadran. “Peta kuadran ini harus diisi masing-masing pejabat pembina kepegawaian (PPK) karena mereka paling tahu kondisi pegawainya. Untuk mencegah penilaian tidak objektif, akan digunakan sistem penilaian yang dibuat pusat. Saat ini kami tengah mengembangkan rapid assessment untuk pemetaan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja pegawai,” beber Setiawan. PPK untuk pemda adalah kepala daerah, sedang instansi pusat adalah menteri atau pimpinan lembaga Negara.
adi, lanjut Setiawan, nantinya  PPK akan mengisi, pegawainya masuk kuadran satu, dua, tiga, dan empat. Kuadran satu artinya ASN-nya kompeten dan kualifikasi sesuai. Kuadran dua, kompeten namun kualifikasi tidak sesui. Kuadran tiga, tidak kompeten namun kualifikasi sesuai. Kuadran empat, tidak kompeten dan kualifikasi tidak sesuai.
“ASN yang masuk kuadran satu tetap dipertahankan. Yang masuk kuadran dua diberikan diklat atau mutasi. Kuadran ketiga diberikan diklat kompetensi dan kuadran empat inilah yang kena kebijakan rasionalisasi,’ ungkap Setiawan.
“PNS lulusan SMA yang kena rasionalisasi bila dia berada dalam kuadran empat,” imbuhnya lagi.
Apakah PPK bisa obyektif jika penilaian dilakukan PPK? Setiawan yakin bisa obyektif karena ada panduan yang jelas, dengan metode rapid assessment.‎
“Meski kepala unit organisasi yang melaksanakan, namun panduannya jelas. Rapid assessment tengah kami ujicoba di KemenPAN-RB. Bila cara ini sukses, akan diberlakukan secara nasional karena metodenya lebih mudah dan cepat, dibandingkan full assessment,” terangnya.
Dipaparkan, rapid assessment hanya menggunakan tiga tools sederhana yang bisa digunakan sebagai penyaring, yaitu tes aplikasi komputer untuk mengolah dan dan menulis dokumen, tes kemampuan berbahasa dan kemampuan memberikan pelayanan.
“Dengan rapid assessment ini akan diperoleh data pegawai yang tidak disiplin, berkinerja buruk, dan memiliki kualifikasi yang tidak sesuai. PNS yang tidak disiplin, kinerja buruk, dan kompetensi rendah kena rasionalisasi,” paparnya.
Dikatakan, PNS yang kena rasionalisasi akan mendapatkan kompensasi alias pesangon. “Tapi caranya bermacam-macam. Bisa lewat pesangon, pensiun bulanan, dan lain-lain. Ini masih kami kaji lagi‎ mana yang pas dilakukan dan tidak membebani keuangan Negara,” kata Setiawan.
Apa benar rasionalisasi PNS dilakukan tahun ini? “Belum tahun ini, karena masih dalam tahap kajian. Kalau dalam roadmap memang dimulai 2016 sampai 2019, hanya saja kajiannya kan belum selesai. Selain itu harus disesuaikan dengan keuangan negara‎. Jadi nanti dimulai tahun depan karena secara anggaran dan kajian sudah siap,” pungkasnya" dikutip dari www.jpnn.com/