Menteri Pendidikan
Dasar, Menengah dan Kebudayaan, Anies Baswedan menjelaskan terkait guru honorer
yang protes menuntut untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Guru
honorer dianggap valid apabila telah mengajar selama satu tahun, mendapat gaji
resmi dari APBN atau APBD, dan mengajar tanpa putus sejak 2004 hingga 2013.
Kemudian
persoalan kepegawaian mereka, kata Anies, diselesaikan bertahap sejak 2007
hingga 2010. Gelombang pertama disebut K1 (kelompok 1), sisanya masuk kategori
K2 (kelompok 2) sebanyak 650 ribu per November 2013.
Pemerintah,
melalui Menpan RB, mengambil keputusan bahwa guru honorer K2 wajib mengikuti
tes kompetensi agar bisa diangkat sebagai PNS. Dari 650 ribu guru honorer K2
terdapat 605 ribu yang mengikuti tes.
''Hasilnya,
166 ribu lulus tes, sisanya sebanyak 439 ribu tidak lulus. Jadi saat ini mereka
yang gagal itulah yang protes, menuntut untuk diangkat sebagai guru PNS,
walaupun mereka tidak memenuhi kompetensi sebagai guru,'' jelas Anies.
Pemerintah
pusat, lanjut Anies, tidak merekrut guru honorer. Tapi sekarang, pemerintah
pusat malah dipaksa untuk mem-PNS-kan hasil rekrutmen yang tidak dilakukan
dengan pertimbangan matang. Hal ini, menurut Anies, tentu akan berpengaruh pada
kualitas pendidikan itu sendiri.
"Berbeda
dengan pengangkatan PNS biasa. Pengangangkatan PNS guru menentukan kualitas
pendidikan. Cara kita mengangkat guru kita akan sangat menentukan wajah masa
depan republik ini. Pertanyaan sederhana, haruskah kita biarkan siapa saja, tanpa
pertimbangan kompeten atau tidak, untuk jadi guru bagi anak-anak kita?" dikutip dari http://nasional.republika.co.id